MEMANGGIL.CO Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Blora, Yayuk Windrati, menyatakan bahwa empat desa di Kabupaten Blora, yaitu Desa Ngampel (Blora), Plosorejo (Banjarejo), Bangsri, dan Mojorembun (Kradenan) terpilih sebagai sampel desa inklusi.
Dijelaskan, program desa inklusi ini merupakan inisiatif dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes).
Yayuk menuturkan desa inklusi adalah model pemerintahan desa yang mengakui, menghormati, dan melayani hak-hak seluruh warga, termasuk kelompok rentan dan marjinal.
"Desa inklusi mendorong semua warga untuk membuka ruang bagi kehidupan dan penghidupan yang setara bagi semua," jelas Yayuk, panggilannya pada Memanggil.co, ditulis Senin (14/10/2024).
Keempat desa tersebut dipilih sebagai pilot project yang akan menjadi barometer atau rujukan bagi desa-desa lainnya.
Yayuk berharap desa-desa ini bisa menjadi pionir dan contoh dalam perencanaan pembangunan yang tidak meninggalkan siapa pun.
"Desa lain bisa belajar dari keempat desa ini tentang bagaimana mengelola perencanaan yang inklusif," ujarnya.
Yayuk mengatakan sudah ada pembekalan dari Kemendes terkait program ini. Yayuk mengajak desa-desa lain untuk berdiskusi dan belajar dari empat desa inklusi tersebut.
"Ini semacam sirine, tanda bahwa kita semua harus bergerak ke arah inklusi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, terutama kelompok rentan seperti ibu-ibu, remaja, difabel, dan anak-anak," tambahnya.
Menanggapi pertanyaan mengenai desa-desa yang belum terpilih menjadi desa inklusi, Yayuk menjelaskan bahwa desa yang dipilih sebagai pilot project adalah yang sudah memenuhi kriteria Kemendes.
"Desa-desa yang belum terpilih masih memiliki kesempatan untuk belajar dan menerapkan model inklusi seperti yang telah dijalankan di Ngampel, Plosorejo, Bangsri, dan Mojorembun," katanya.
Yayuk juga menggarisbawahi pentingnya musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) desa yang benar-benar mendengarkan kebutuhan warga, termasuk kelompok rentan.
"Setiap Musrenbang, biasanya yang diusulkan adalah pembangunan fisik seperti jalan, jembatan, atau gorong-gorong. Padahal, perempuan atau anak-anak juga bisa mengusulkan program seperti papsmear untuk kesehatan atau fasilitas studi seperti WiFi dan studio baca," jelasnya.
Desa inklusi, menurut Yayuk, harus mengadopsi semua kepentingan dan keinginan warga tanpa terkecuali. Namun, hal ini tetap harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
"Kalau anggaran terbatas, kita harus kreatif mencari cara agar kebutuhan semua kelompok dapat terakomodir dengan baik," pungkas Yayuk.