Ngawi, MEMANGGIL.CO – Upaya penguatan ketahanan pangan berbasis ekosistem hutan kembali memperoleh momentum penting di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Yayasan Lumbung Madani Indonesia (YLMI) resmi mendapatkan akses hak kelola hutan seluas 3.040 hektare melalui skema Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Luasan ini melengkapi akses sebelumnya seluas 413 hektare di Desa Banjarbanggi. Dengan demikian, total lahan yang kini dikelola YLMI bersama masyarakat mencapai 3.453 hektare, tersebar di tiga desa di Kabupaten Ngawi.
Ketua YLMI Syukur Fahruddin, yang akrab disapa Shondhey, menegaskan bahwa pengelolaan kawasan hutan melalui KHDPK bukan sekadar soal legalitas lahan, tetapi juga menjadi fondasi pembangunan ketahanan pangan jangka panjang.
“Hutan bukan hanya kawasan konservasi, tetapi juga ruang hidup dan sumber penghidupan bagi masyarakat yang telah lama tinggal di sekitarnya,” ujarnya.
Acara seremonial penyerahan dan sosialisasi program ini dihadiri oleh perwakilan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah Madiun, Koramil, Kapolsek, Perum Perhutani KPH Ngawi, jajaran YLMI, serta ratusan petani hutan dari berbagai kelompok. Kehadiran lintas unsur ini memperlihatkan kuatnya dukungan kolaboratif untuk mewujudkan tata kelola hutan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Perwakilan CDK Wilayah Madiun menjelaskan bahwa KHDPK merupakan terobosan kebijakan yang menjembatani antara pelestarian lingkungan dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
“Dengan pendekatan agroforestri dan pola tanam yang sesuai daya dukung kawasan, masyarakat dapat menjaga hutan sekaligus memanfaatkannya. Kedua kepentingan ini saling menguatkan,” jelasnya.
Shondhey menambahkan, paradigma pembangunan pangan perlu diperluas. Menurutnya, selama ini lumbung pangan sering diidentikkan hanya dengan lahan persawahan, padahal hutan yang dikelola dengan benar juga bisa menjadi sumber pangan strategis.
“Hari ini kita buktikan bahwa hutan bukan sekadar pepohonan. Ia adalah lumbung pangan masa depan, jika kita kelola dengan ilmu dan kesadaran,” tegasnya.
Ia menilai bahwa kedaulatan pangan tidak hanya berbicara soal produksi, tetapi juga kendali masyarakat terhadap sumber daya yang menopang kehidupan mereka. Program KHDPK, katanya, menjadi instrumen agar masyarakat memiliki akses legal sekaligus tanggung jawab menjaga kelestarian kawasan.
Meski demikian, Shondhey menegaskan bahwa keberhasilan program ini tidak akan diukur dari seremoni belaka, melainkan dari manfaat nyata yang dirasakan keluarga petani hutan dalam lima tahun mendatang—baik dalam hal ketersediaan pangan maupun peningkatan kesejahteraan.
“Saat ini, Kelompok Tani Hutan Bangun Wana dan Berkah Makmur telah memperoleh hak kelola secara resmi. Ini adalah momentum historis. Negara mengakui masyarakat sebagai subjek pengelola, bukan sekadar penonton di ruang hidupnya sendiri,” imbuhnya.
Ketua Kelompok Tani Hutan Bangun Wana menyampaikan rasa syukur dan harapan besar terhadap program ini. Ia menegaskan bahwa legalitas tersebut akan menghapus kecemasan atas stigma sebagai “perambah” maupun ancaman pengusiran yang selama ini menghantui.
“Selama ini kami menjaga hutan dengan hati. Sekarang kami punya alas hukum untuk itu,” ujarnya.
Ia juga menegaskan filosofi sederhana yang dipegang para petani hutan:
“Kami jaga hutan, hutan akan menjaga kami. Asal dikelola dengan benar, hutan tidak pernah mengkhianati siapa pun,” ucapnya disambut tepuk tangan peserta.
Ke depan, pendampingan terhadap kelompok tani akan terus dilakukan, mulai dari penguatan kapasitas pemetaan lahan, manajemen kelembagaan, hingga strategi diversifikasi tanaman produktif sesuai kondisi ekologi kawasan. Kegiatan edukasi dan kolaborasi dengan lembaga teknis juga akan berlanjut.
Di akhir acara, Shondhey berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera menetapkan Rencana Pengelolaan KHDPK (RP-KHDPK) sebagai dasar teknis operasional di lapangan.
“Program ini menyentuh masyarakat secara langsung. Cepat atau lambatnya realisasi manfaat sangat bergantung pada kejelasan kebijakan turunannya,” tegasnya.
Dengan semangat kolaborasi dan komitmen menjaga kelestarian, YLMI dan kelompok tani hutan yakin bahwa hutan rakyat di Ngawi bukan hanya menjadi penyangga ekologi, tetapi juga fondasi ketahanan pangan masa depan.