Blora, MEMANGGIL.CO - Wakil Bupati Blora, Sri Setyorini, menegaskan bahwa upaya penanganan HIV/AIDS di Kabupaten Blora tidak boleh melemah, meskipun tren kasus menunjukkan penurunan. Hal tersebut ia sampaikan dalam Peringatan Hari AIDS Sedunia yang berlangsung di Ruang Pertemuan Sekretariat Daerah Kabupaten Blora, Senin (1/12/25).

Acara tersebut turut dihadiri jajaran pemerintah daerah, mulai dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora Edy Widayat, Ketua TP PKK Blora Ainia Shalichah, hingga perwakilan dari Gerakan Organisasi Wanita (GOW).

Kehadiran berbagai unsur ini menunjukkan bahwa penanganan HIV/AIDS adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya sektor kesehatan.

Dalam sambutannya, Wabup yang akrab disapa Budhe Rini menjelaskan bahwa peringatan tahun ini mengusung dua tema penting yakni tema dunia “Overcoming Disruption, Transforming the AIDS Response” dan tema nasional “Bersama Hadapi Perubahan: Jaga Keberlanjutan Layanan HIV.”

Menurutnya, kedua tema itu menjadi pengingat bahwa berbagai gangguan global, perubahan sosial, hingga tantangan pendanaan tidak boleh menjadi alasan untuk melemah. Sebaliknya, semua pihak harus memperkuat komitmen mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030.

“Justru sebaliknya, kita harus bangkit, beradaptasi, dan melakukan transformasi menyeluruh dalam layanan HIV/AIDS. Sistem kita harus makin kuat, responsif, serta mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” tegas Sri Setyorini.

Budhe Rini menekankan pentingnya layanan HIV yang inklusif, manusiawi, dan mudah diakses, terutama bagi kelompok rentan.

Sate Pak Rizki

Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Blora berkomitmen memperluas jangkauan pemeriksaan, pengobatan, serta dukungan sosial, sekaligus menghapus stigma dan diskriminasi yang masih sering membayangi ODHA.

Pada kesempatan tersebut, Wakil Bupati turut memaparkan perkembangan situasi HIV/AIDS di Blora. Data empat tahun terakhir menunjukkan fluktuasi kasus, yakni 213 kasus (2022), 190 kasus (2023), 212 kasus (2024), dan menurun jadi 145 kasus (2025).

Tahun 2025 mencatat penurunan signifikan. Dari total kasus tahun ini, 21 persen merupakan pendatang, sementara 58 persen berasal dari kelompok usia produktif 25–49 tahun. Menurutnya, angka ini menjadi alarm bahwa edukasi dan pemeriksaan dini harus terus digencarkan.

“Penurunan kasus bukan berarti kita boleh lengah. Justru ini momen untuk semakin memperkuat layanan dan memastikan tidak ada masyarakat yang tertinggal,” pungkasnya.