MEMANGGIL.CO - Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmen pihaknya dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Penegasan itu disampaikan dalam media briefing bertajuk Langkah Penanganan Pertambangan di Kabupaten Raja Ampat.
Baca juga: Kemenag Buka Nikah Massal untuk Warga Jabodetabek, Ini Syaratnya
"Keanekaragaman hayati Raja Ampat adalah warisan dunia yang harus dilindungi. Oleh karena itu, kami menaruh perhatian besar terhadap aktivitas pertambangan yang terjadi di wilayah tersebut," ujar Menteri Hanif dalam pertemuan yang dihadiri media cetak, online, dan televisi, ditulis Minggu (8/6/2025).
KLH/BPLH diketahui telah mengawasi aktivitas empat perusahaan tambang nikel di wilayah Raja Ampat sejak akhir Mei lalu.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel (GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Hasil pengawasan menunjukkan sejumlah pelanggaran. PT ASP, misalnya, melakukan aktivitas tambang di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan maupun pengelolaan limbah larian. KLH/BPLH telah memasang rambu peringatan di lokasi tersebut.
Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag seluas ±6.030 hektare. Kedua pulau itu termasuk dalam kategori pulau kecil yang dilarang untuk aktivitas pertambangan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Penambangan di pulau-pulau kecil adalah bentuk pelanggaran terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang sudah diatur dalam Undang-Undang. KLH/BPLH akan bertindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengkaji ulang terhadap aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat," tegas Hanif.
Baca juga: 5 Perusahaan Tambang Kantongi Izin di Raja Ampat, Ini Daftarnya
Saat ini, KLH/BPLH sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan PT ASP dan PT GN. Jika terbukti melanggar hukum, izin lingkungan kedua perusahaan bisa dicabut.
Tak hanya itu, PT MRP juga menjadi sorotan karena tidak memiliki dokumen lingkungan maupun PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan ini telah dihentikan.
Di sisi lain, PT KSM dilaporkan membuka lahan tambang seluas lima hektare di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH di Pulau Kawe. Aktivitas ini menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai.
Menteri Hanif turut menekankan pentingnya pemulihan lingkungan akibat tambang yang sudah berjalan. Kajian hukum, baik perdata maupun pidana, tengah dipertimbangkan dengan melibatkan tenaga ahli.
Baca juga: 367 Peserta Ikuti UKCW PSHT Cepu, Pendadaran Berjalan Aman
"Tentunya pemulihan lingkungan dari dampak aktivitas pertambangan nikel juga menjadi fokus kami dan komitmen kami dalam menjaga keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan di Raja Ampat," katanya.
Sebagai langkah lanjutan, KLH/BPLH akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, KKP, dan Kementerian Kehutanan untuk meninjau ulang persetujuan lingkungan dan izin tambang di wilayah tersebut. Pemerintah Papua Barat juga diminta mengevaluasi seluruh izin lingkungan yang telah diberikan.
Sebagai bentuk keseriusan, Menteri Hanif dijadwalkan akan meninjau langsung lokasi tambang dalam waktu dekat untuk melihat dampak lingkungan secara langsung. KLH/BPLH pun memastikan langkah penanganan tambang nikel di Raja Ampat segera ditindaklanjuti.
Editor : Ma'rifah Nugraha