MEMANGGIL.CO - Siang itu suasana begitu ramai orang-orang Islam dari berbagai penjuru daerah berziarah di Komplek Pesarean Kartini, Desa Mantingan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penampakan di sana, ada dua bagian bangunan pesarean.

Pada bagian bangunan sebelah kanan ditandai dengan tulisan Makam Ageng, dan pada bagian bangunan sebelah kiri ditandai dengan tulisan Makam Alit.

Makam Raden Ayu (R.Ay.) Kartini (tertulis pada makam Raden Ajeng (R.A.) Kartini, red) dan Kanjeng Raden Mas Adipati Aria (K.R.M.A.A) Singgih Djojo Adhiningrat (suami, red), dan Soesalit Adhiningrat (putranya) sendiri berada di sebelah kanan. Tepatnya terletak di tengah-tengah yang diberi pagar khusus di komplek pesarean.

Menengok lebih dekat seusai ziarah, Komplek Pesarean Kartini secara keseluruhan ada 65 makam keluarga yang terbagi pada dua bagian. Yaitu di bangunan Makam Ageng ada sebanyak 44 makam, dan di bangunan Makam Alit ada sebanyak 21 makam.

Di komplek pesarean ini, orang-orang yang berziarah akan melihat langsung patung tokoh Kartini yang menjadi ikon utama berlokasi di halaman pintu masuk.

Tertulis di prasasti pesarean, Kartini Djojo Adhiningrat mulai ditetapkan sebagai salah satu tokoh nasional sejak 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Pada 21 April 1979 tepatnya 100 tahunnya dilahirkan, pemugaran pesarean ini juga pernah dilakukan dan diresmikan oleh Tien Soeharto (Istri Presiden Soeharto).

Sekilas tentang Sosok Kartini

[caption id="attachment_27692" align="aligncenter" width="1280"] Makam tokoh Kartini di Desa Mantingan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. (Memanggil.co/Ist)[/caption]

Tokoh perempuan ini dilahirkan pada 21 April 1879 di Kabupaten Jepara yang wafat pada 17 September 1904 di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Keluarganya adalah bangsawan Jawa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia, red).

HUT RI

Kartini setelah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) berbahasa Belanda, kemudian ingin melanjutkan pendidikan lebih lanjut tapi perempuan Jawa saat itu dilarang mengenyam pendidikan tinggi.

Dalam beberapa literasi disebutkan Kartini saat itu ketemu dengan berbagai pejabat dan orang berpengaruh. Termasuk, J.H. Abendanon yang bertugas melaksanakan Kebijakan Etis Belanda.

Setelah Kartini wafat, saudara perempuannya kemudian melanjutkan pembelaannya untuk mendidik para perempuan. Surat-Surat Kartini lalu diterbitkan di sebuah majalah Belanda dan akhirnya pada tahun 1911 menjadi sebuah karya: Habis Gelap Terbitlah Terang, Kehidupan Perempuan di Desa, dan Surat-Surat Putri Jawa.

Ulang tahunnya sekarang dirayakan di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya, serta beberapa sekolah dinamai menurut namanya dan sebuah yayasan didirikan atas namanya untuk membiayai pendidikan anak perempuan bangsa Indonesia.