MEMANGGIL.CO - Menjelang bulan ramadan, umat islam di setiap daerah memiliki tradisi berbeda-beda. Seperti halnya di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pastinya ada tradisi ruwahan yang kerap kali dijalankan oleh para warga.
Dalam menjalankan tradisi ini para warga biasanya menjalankan doa bersama. Yaitu dengan menggelar kegiatan tahlilan dan yasinan dari rumah ke rumah, mushola ke musala ataupun di masjid secara berjamaah. Tradisi ini merupakan bagian dari kebiasaan nenek moyang terdahulu, dan sebagai perwujudan akulturasi yang dilakukan oleh Walisongo.
Tradisi ini awalnya para Walisongo yang terdiri dari Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati saat menyebarkan islam di tanah jawa tidak serta-merta menghapus budaya yang sudah mengakar kuat, namun menyatukan agama Islam dengan budaya Jawa agar mudah diterima.
Demikian dikatakan salah satu alumni Ponpes Khozinatul Ulum Blora, M Qowiyul Azis. Mengenai tradisi ruwahan yang digelar seperti di Masjid Jepon adalah sebagai bentuk kegiatan yang kerap dijadikan ajang untuk bersilaturahmi antar warga atau masyarakat.
"Setiap warga biasanya membawa makanan beragam. Biasanya bawa tiga sampai lima kardus kotak," jelas dia kepada wartawan media ini, Rabu (08/03/2023).
Ruwahan merupakan tradisi kebudayaan Jawa dengan tujuan untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Tradisi ruwahan sendiri itu mengandung makna bahwa bulan Sya'ban (bulan sebelum puasa Ramadhan) menjadi bulan untuk berbagi kasih dan sedekah.
"Saat peristiwa itu terjadi berarti sedang terjadi proses silaturahmi di sana, bahkan bisa jadi lahir peristiwa saling memaafkan," katanya.
Di tengah-tengah perkembangan zaman dan teknologi era-Millennial sekarang ini, sebagai generasi islam sekarang, dia berharap tradisi acara ruwahan perlu dijaga dan jangan sampai terkikis.
"Kita lestarikan ruwahan ini sebagai bentuk lain menghormati perjuangan pada pendahulu yang perlu kita istiqomahkan," imbuhnya menjelaskan.