MEMANGGIL.CO - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 20152016 mencapai Rp578 miliar.

"Menurut perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), jumlahnya adalah Rp578.105.411.622,47. Ini adalah angka final berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, Senin (21/1/2025).

Sebelumnya, jumlah kerugian negara diperkirakan sekitar Rp400 miliar, namun setelah dilakukan penghitungan ulang dan penetapan sembilan tersangka baru yang semuanya berasal dari pihak swasta, jumlah kerugian negara meningkat lebih dari Rp400 miliar.

Abdul Qohar menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah kerugian negara dihitung secara cermat.

"Kami tidak mungkin menetapkan tersangka tanpa terlebih dahulu menemukan adanya kerugian keuangan negara," jelasnya.

Pada kesempatan itu, Kejagung juga mengumumkan penetapan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi impor gula, yaitu TWN (Direktur Utama PT AP), WN (Presiden Direktur PT AF), AS (Direktur Utama PT SUJ), IS (Direktur Utama PT MSI), PSEP (Direktur PT MT), HAT (Direktur PT DSI), ASB (Direktur Utama PT KTM), HFH (Direktur Utama PT BMM), dan ES (Direktur PT PDSU).

Mereka diduga bekerja sama dengan Charles Sitorus (Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI) dalam mengimpor gula kristal mentah (GKM) dan mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP).

HUT RI

Selain itu, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) turut memberi izin impor GKM kepada sembilan perusahaan tersebut, meskipun perusahaan-perusahaan itu hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi. Sesuai aturan, yang boleh mengimpor GKP hanya BUMN dan impor GKP harus dilakukan secara langsung.

Akibat perbuatan tersebut, PT PPI seolah membeli gula yang telah diolah, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasar melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, yang lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram. Selain itu, PT PPI hanya memperoleh upah sebesar Rp105 per kilogram.

"Keputusan untuk memberikan persetujuan impor GKM yang diubah menjadi GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, TTL, kepada pihak swasta menyebabkan gagal tercapainya tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional, serta operasi pasar yang seharusnya menguntungkan masyarakat," kata Qohar.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).