MEMANGGIL.CO – Nama Aulia Hany Mustikasari belakangan ini semakin mencuri perhatian publik. Bukan semata karena ia adalah kakak dari Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, melainkan karena kiprahnya yang konsisten mendorong lahirnya gerakan kebudayaan dan kreativitas lokal.

Keikutsertaannya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) 2025 di Jakarta, Selasa (23/9/2025), menjadi penegas peran strategisnya.

Di forum nasional itu, Hany sapaan akrab Ketua Dekranasda Tuban itu membawa suara daerah, sekaligus menyerap energi baru untuk dibawa pulang ke Bumi Ronggolawe ini.

Bawa Semangat Nasional 

Rakernas yang dibuka oleh Ketua Umum Dekranas, Selvi Ananda Gibran, mengangkat tema “Optimalisasi Peran Dewan Kerajinan Nasional Mengembangkan Produk Kerajinan Indonesia”. Dimana, Selvi menekankan, kerajinan bukan hanya soal nilai ekonomi, tetapi juga perihal menjaga napas kebudayaan.

Hany menyambut gagasan itu dengan penuh antusias. “Kami membawa pulang semangat nasional untuk diwujudkan dalam bentuk gerakan lokal yang berdampak langsung bagi masyarakat Tuban,” ujarnya dengan mantap.

Teraswara: Ruang untuk Menyambung Generasi

Sepulang dari Rakernas, Hany tak ingin sekadar berhenti pada retorika semata. Ia langsung tancap gas menyiapkan sebuah gerakan kultural yang diberi tajuk Teraswara (Merayakan Warisan, Menyongsong Masa Depan).

Rencana kegiatan tersebut akan digelar pada 27 September 2025 di Taman Hutan Kota Abhipraya Tuban. Acara itu didesain lebih dari sekadar festival, namun Teraswara dirancang sebagai wadah pertemuan antara tradisi dan inovasi.

Teraswara juga bentuk gambaran nyata dari visi Hany; menyatukan tradisi dengan inovasi. Tidak hanya pertunjukan, melainkan ruang kolaborasi.

Mulai dari Immersive Room dan Video Mapping yang mengangkat anyaman tradisional ke ranah digital, Teras Dolanan untuk menghidupkan kembali permainan anak tempo dulu, hingga Teras Isyarat yang memperkenalkan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) demi inklusivitas.

“Kami ingin menghadirkan ruang di mana maestro kerajinan bertemu dengan kreativitas generasi muda. Teraswara adalah perayaan keberanian berinovasi, ketekunan melestarikan, dan harapan akan masa depan kreatif yang lebih cerah,” tutur Hany dengan mata berbinar

Kakak Bupati Punya Ruang Sendiri

Meski dikenal sebagai kakak kandung Bupati Tuban, Aulia Hany Mustikasari memang tidak berjalan sendiri. Dengan latar belakang sebagai Anggota DPRD Jawa Timur Fraksi Partai Golkar, ia menempatkan dirinya bukan sekadar penonton, melainkan motor penggerak inisiatif kebudayaan.

Namun di balik kiprah Aulia Hany sebagai Ketua Dekranasda Tuban, ada sosok yang selama ini menjadi guru sekaligus teladan, yakni ibunya sendiri, Hj. Haeny Relawati Rini Widyastuti.

Hj. Haeny adalah figur yang bagi Hany bukan sekadar orang tua, melainkan mentor kehidupan. Dari ibunya, Aulia Hany belajar arti kepedulian sosial, pentingnya menjaga warisan budaya, serta ketekunan dalam membangun masyarakat dengan sentuhan keibuan.

Di mata masyarakat, Hany tampil sebagai sosok yang sederhana namun tegas, terbuka dengan ide baru, dan dekat dengan komunitas lokal. Terlihat di setiap kesempatan, ia kerap hadir langsung menyapa perajin, pedagang kecil, hingga anak-anak muda kreatif.

Menyulam Masa Depan Tuban

Visi Aulia Hany sejalan dengan jargon pembangunan Tuban, “Mbangun Deso Noto Kuto”. Ia percaya, membangun daerah tidak bisa hanya bertumpu pada infrastruktur, melainkan juga pada penguatan identitas budaya.

Melalui Teraswara, ia ingin Tuban dikenal bukan hanya karena potensi alam dan industrinya, tapi juga karena keberaniannya merawat warisan leluhur sambil melangkah ke masa depan.

Baginya, Teraswara ini adalah jawaban Tuban untuk ikut menggaungkan pesan nasional bahwa budaya adalah energi bangsa, dan ekonomi kreatif adalah masa depan.

Perempuan, Politik, dan Budaya

Kehadiran Aulia Hany Mustikasari menjadi pengingat bahwa politik tidak harus keras, dan budaya tidak harus hanya dikenang. Keduanya bisa dirajut bersama, dengan kelembutan yang justru memperkuat daya tahan.

Di tengah dominasi wajah-wajah laki-laki dalam kepemimpinan daerah, Hany tampil dengan caranya sendiri dan mampu menyita perhatian publik. Ia pun tegas, tapi tetap mengalir dengan sentuhan keibuan.

Dirinya membuktikan, perempuan bukan hanya pengikut dalam pembangunan, melainkan pengarah arah dan pengasuh nilai.

Lewat langkahnya, publik belajar bahwa membangun daerah bukan sekadar soal infrastruktur, tetapi juga soal membangun ruang hidup yang berakar pada tradisi, tumbuh bersama inovasi, dan dipelihara dengan kasih sayang.

Pada akhirnya, sejarah akan selalu mengingat siapa yang mampu meninggalkan jejak kebaikan dan harapan.