MEMANGGIL.CO - Pegelaran wayang kulit dengan Lakon Wiratha Parwa yang berlangsung di Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini. Pagelaran wayang kulit tersebut menghadirkan dalang KGPH Adipati Benowo, Ki Radipta Husein Asrori, dan Ki Aang Wiyatmoko.
Ketua DPRD Jateng yang juga hadir dalam pagelaran tersebut mengatakan, bahwa Lakon Wiratha Parwa mengisahkan Pandawa menghadapi masa penyamaran satu tahun, yang sebelumnya Pandawa mengasingkan selama 12 tahun di hutan.
Ia menyebutkan bahwa lakon itu didasari akibat Puntadewa yang sangat suka bermain dadu kalah dengan Duryudana dalam adu dadu. Pandawa menyamar di Negari Wiratha. Puntadewa, Kakak tertua Pandawa menyamar sebagai Lurah Pasar dengan nama Wija Kangko, Werkudara menyamar menjadi petugas penjagal hewan ternak dengan nama Jagal Abilowo.
Janaka menjadi waria yang mengajar karawitan dan tari di Keputrian Kerajaan Wiratha. Sedangkan Nakula menjadi penggembala dan pengurus Kuda, namanya Kinten. Sadewa jadi penggembala hewan ternak unggas menggunakan nama Pangsen.
Menurutnya, lakon tersebut memiliki pesan yang begitu dalam, dimana manusia hidup di dunia tidak lepas dari ujian. Sehingga dari lakon tersebut menurutnya belajar bagaimana bisa melewati dan lulus dari ujian.
"Setiap situasi apapun ada ujiannya, maka manusia harus tabah untuk bisa melewati ujian di dunia. Kita hidup penuh ujian dan tantangan yang harus kita selesaikan," katanya.
Ia menuturkan bahwa pagelaran dengan lakon tersebut, ada banyak nilai baik yang diajarkan antara lain keberanian, keadilan, kesetiaan, kebijaksanaan, dan kehati-hatian, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
"Kisah-kisah tersebut berasal dari kisah Mahabharata dan Ramayana. Menampilkan pertarungan antara kebaikan melawan kejahatan, serta mengajarkan pentingnya menjaga moralitas dan perilaku yang luhur," ungkapnya.
Adanya pagelaran tersebut, ketua DPRD Jateng itu menjelaskan bahwa di zaman perkembangan teknologi, adanya pagelaran tersebut memberikan pelajaran pendidikan tentang budaya tradisional ke masyarakat.
"Saat ini kemajuan teknologi luar biasa. Banyak budaya luar masuk. Kita harus nguri-uri budaya agar bangsa ini punya jatidiri. Budaya tradisional ini yang membedakan kita dengan bangsa lain," katanya.
Sementara itu, Sekdes Suruh, Aan Andrianto mengapresiasi langkah Sumanto yang menggelar pentas wayang kulit secara rutin. Ia berharap masyarakat bisa mensosialisasikan jadwal pentas wayang kulit dengan cara getok tular sehingga banyak yang menonton.
"Harapannya, banyak yang nguri-uri dan mengerti cerita wayang. Sebab pada zaman digital ini wayang seolah dilupakan," ujarnya.