Surabaya, MEMANGGIL.CO – Kota Pahlawan siap bergemuruh. Besok, Minggu, 2 November 2025, gelaran kolosal Surabaya Parade Juang 2025 akan menyapa warga, menandai pembukaan rangkaian Hari Pahlawan 10 November.
Namun, ajang tahunan kali ini dipastikan berbeda. Parade Juang tak hanya merayakan tokoh militer, melainkan berani membongkar kisah-kisah heroik 'Arek-Arek Suroboyo' biasa yang selama ini luput dari sorotan utama sejarah.
Sutradara Parade, Heri Prasetyo—atau akrab disapa Heri Lento—menjamin parade tahun ini akan menyajikan narasi yang jauh lebih mendalam, menyentuh, dan sangat relevan.
Pengembangan terbesarnya adalah menempatkan empat sosok sentral dari latar belakang masyarakat sipil, mulai dari ibu rumah tangga hingga pemain sepak bola, sebagai representasi kepahlawanan sejati.
Heri Lento mengungkapkan, keberanian dan kepahlawanan rakyat akan direfleksikan di tiga titik utama dengan teatrikal masif.
Inovasi terbesar tahun ini adalah penghilangan jeda antarpenampilan. Seluruh 3.500 peserta akan melakukan fragmen teatrikal di sepanjang jalur, menciptakan pengalaman yang imersif bagi penonton.
"Inovasi terbesar tahun ini adalah teatrikal yang dilakukan di sepanjang jalur parade. Berbeda dari tahun sebelumnya, semua peserta di sepanjang jalan akan melakukan fragmen teatrikal, menghilangkan jeda," ungkap Heri Lento usai latihan teatrikal di Taman Budaya Cak Durasim, Sabtu, 1 November 2025.
Empat Sosok Kunci di Tiga Titik Heroik:
1. Dapur Perang Simbol Moral Laskar (Tugu Pahlawan)
Pemberangkatan di Tugu Pahlawan akan menampilkan simbol Dapur Perang.
Fokus utama diberikan pada sosok Lukitaningsih dan yang paling vital, Mbok Darmortir.
Heri Lento menegaskan, peran Mbok Darmortir adalah simbol sentral yang menjaga logistik dan moral laskar rakyat, menegaskan bahwa pertempuran juga dimenangkan dari dapur.
"Peran Mbok Darmortir dijadikan sentral simbol Surabaya epic battle tadi," ujarnya.
2. Heroisme Tunggal di Siola: Kisah Madun yang Terbakar
Di titik krusial Perempatan Siola, publik akan disuguhkan kisah dramatis Madun.
Pemuda laskar rakyat dari Genteng Kali ini digambarkan berani menghadapi serangan Sekutu dari Utara seorang diri. Madun mengorbankan nyawa untuk memberi waktu rekan-rekannya mundur.
Sementara itu, Satrio Sudarso, Ketua Komunitas Roodebrug Soerabaya yang turut menyajikan fragmen ini, menambahkan deskripsi yang lebih dramatis.
"Kami mengangkat heroisme Madun, pemuda laskar rakyat dengan gagah berani menyerang tentara Inggris. Ia sendirian hingga tubuhnya hangus terbakar dengan memeluk senapan mesinnya," pungkas Satrio.