MEMANGGIL.CO - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyarankan pemerintah untuk memastikan ketersediaan lokasi penampungan bagi pengungsi etnis Rohingya di Provinsi Aceh.
"Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral pengungsi Rohingya yang saat ini ada di Aceh," ujar Koordinator Sub-Komisi Penegakan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI, Uli Parulian Sihombing, dilansir dari Antara, Jumat (29/12/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM setelah melakukan pemantauan keberadaan pengungsi Rohingya di wilayah Aceh sejak November hingga Desember 2023.
Pemantauan Komnas HAM fokus pada penanganan pengungsi dan dinamika sosial, termasuk penolakan masyarakat terhadap Rohingya, sesuai dengan UU Nomor 39.
Uli Parulian menyampaikan bahwa lokasi penampungan Rohingya juga harus memenuhi kriteria, seperti jarak yang tidak terlalu dekat dengan pemukiman masyarakat, aksesibilitas yang terjangkau terkait penyediaan kebutuhan dasar, dan jaminan keamanan.
"Terutama memastikan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri agar sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi dimaksud sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016," ujarnya.
Dengan pertimbangan kemanusiaan, Uli menyatakan bahwa pemerintah, bersama UNHCR dan IOM, perlu mengedepankan penanganan etnis Rohingya sesuai dengan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Komnas HAM merekomendasikan pemerintah memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya dari APBN, dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan sesuai ketentuan perundang-undangan serta kepentingan masyarakat lokal.
Uli juga meminta kepolisian memastikan keamanan pengungsi Rohingya, terutama dalam memberikan perlindungan, mencegah benturan dengan masyarakat, serta mencegah upaya melarikan diri atau penyelundupan lebih lanjut sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2016 dan fungsi kamtibmas Polri.
"Memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerjasama dengan otoritas keamanan di ASEAN serta interpol untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia terutama terhadap pengungsi Rohingya," kata Uli.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta Kemenkumham melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi sesuai mandat Perpres 125 tahun 2016.
Komnas HAM mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Mereka juga mendorong Kemenlu untuk mengambil langkah diplomasi dan intervensi lebih maksimal melalui forum bilateral, regional, dan multilateral, terutama forum PBB, untuk menuntaskan konflik di Myanmar, terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional etnis Rohingya.
"Kami juga mendorong Kemenlu mengambil langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) dalam rangka memastikan negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya," ujarnya.
Uli menambahkan perlunya opsi terbaik selama penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia, mengingat pengembalian ke negara asal berpotensi membahayakan mereka. Ini sesuai dengan prinsip non-refoulement dalam konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Terakhir, Uli menekankan perlunya upaya pencegahan melalui Kemendagri dan Polri untuk menghindari keterlibatan warga negara Indonesia, terutama warga lokal di Aceh, dalam jaringan penyelundupan manusia atau perdagangan orang.
"Komnas HAM juga mengapresiasi upaya kepolisian dalam penegakan hukum terhadap adanya dugaan perdagangan manusia dan penyelundupan manusia pengungsi Rohingya di Aceh," ucapnya.