MEMANGGIL.CO - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah mencatat sebanyak 8.231 pekerja di Jawa Tengah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang periode Januari-Agustus 2024.
Data ini sekaligus mengklarifikasi informasi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang sebelumnya menyebutkan angka yang lebih tinggi.
Berdasarkan data Disnakertrans Jateng, dari total 8.231 kasus PHK, Kabupaten Boyolali mencatat angka tertinggi dengan 1.166 pekerja atau 20,19 persen. Disusul Kabupaten Pekalongan sebanyak 1.268 pekerja atau 15,41 persen, dan Kota Semarang 1.210 pekerja atau 14,71 persen, ujar Kepala Bidang Hubungan Industri Disnakertrans Jateng, Ratna Dewajati, di Semarang, Rabu (2/10).
Menurut Ratna, sektor yang paling banyak terdampak oleh PHK adalah industri tekstil dan garmen dengan kontribusi sebesar 44,77 persen, diikuti oleh sektor manufaktur sebesar 25,71 persen. Sektor perdagangan dan jasa keuangan juga mengalami dampak dengan kontribusi sebesar 17,08 persen.
Ratna menjelaskan bahwa tingginya angka PHK di sektor tekstil dan garmen tak lepas dari kondisi geopolitik global, seperti perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung hingga kini. Konflik tersebut mengakibatkan keterlambatan pengiriman bahan baku tekstil serta meningkatnya biaya impor.
Hubungan yang tidak harmonis antara China dan Amerika Serikat juga berdampak pada penurunan pesanan produk. Selain itu, kebijakan impor yang membanjiri pasar domestik juga menambah tantangan bagi industri dalam negeri, imbuhnya.
Ratna juga mengklarifikasi bahwa data dari Kemnaker yang menyebutkan adanya 14.767 kasus PHK di Jawa Tengah kurang tepat. Menurutnya, angka tersebut tidak hanya mencakup pekerja yang terkena PHK, tetapi juga mencakup pekerja yang terdampak relokasi pabrik seperti kasus SAI Apparel.
Kami sudah sampaikan klarifikasi ini ke pemerintah pusat. Rencananya, pekan depan Disnakertrans Jateng akan berkunjung ke Jakarta untuk membahas dan menyamakan data terkait PHK di Jawa Tengah, tutup Ratna. (Antara)