MEMANGGIL.CO – Kementerian Agama (Kemenag) sedang melakukan penghitungan ulang kebutuhan nasional jabatan fungsional penyuluh agama.
Langkah ini diambil untuk memastikan kecukupan layanan keagamaan berbasis data dan realita tantangan lapangan yang dihadapi penyuluh.
“Kita tidak lagi pakai pendekatan statis. Sekarang kita hitung ulang berbasis tiga indikator utama: jumlah umat, ragam permasalahan, dan luas wilayah binaan,” ujar Kasubdit Bina Penyuluh Agama Islam, Jamaluddin M. Marki, di hadapan ratusan peserta Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK) 2025 Nasional, Selasa (24/6/2025).
Data jumlah umat diambil dari Ditjen Dukcapil Kemendagri. Sementara data ragam masalah keagamaan dihimpun lewat survei online yang menjangkau ribuan penyuluh agama di seluruh Indonesia.
“Kami sebar form daring untuk menggali data masalah keagamaan dari para penyuluh. Terkumpul lebih dari 31.800 respons,” ungkap Jamaluddin.
Masalah yang muncul cukup beragam. Mulai dari isu akidah, intoleransi, disintegrasi sosial, hingga urusan keluarga dan narkoba. “Ragam permasalahan inilah yang jadi basis kerja penyuluh, bukan hanya ceramah rutin,” tegasnya.
Indikator lainnya adalah luas wilayah binaan. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda, mulai dari kawasan perbukitan, kepulauan, hingga wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Medan itu memengaruhi beban kerja penyuluh. Maka pendekatannya harus rasional,” jelas Jamaluddin.
Dari pemetaan awal, estimasi populasi binaan penyuluh agama mencapai 177 juta jiwa, rentang usia 5–50 tahun. Berdasarkan standar pembinaan, idealnya dibutuhkan sekitar 71 ribu penyuluh agama Islam aktif.
Namun, angka itu masih jauh dari realita di lapangan. Banyak penyuluh yang masih berstatus honorer, kontrak, atau P3K dengan keterbatasan fasilitas dan jangkauan kerja.
“Inilah yang kami dorong untuk disusun jadi usulan formasi jabatan fungsional secara nasional, berbasis data riil, bukan asumsi,” tegasnya lagi.
Hasil penghitungan ini akan menjadi dasar penyusunan regulasi baru, baik dalam bentuk PMA untuk penyuluh PNS maupun KMA untuk penyuluh P3K. “Regulasi ini penting agar kebijakan formasi dan tunjangan punya dasar hukum kuat,” imbuhnya.
Ia menegaskan pentingnya rasionalisasi kebijakan. Sebab satu penyuluh saat ini bisa menangani hingga 6.500 rumah tangga. “Itu bukan angka kecil. Kita bicara pembinaan langsung, advokasi, konseling, dan kerja-kerja sosial,” tandas Jamaluddin.
Kemenag juga terus membangun sinergi lintas kementerian agar peran penyuluh diperluas, termasuk di bidang pembangunan desa, pemasyarakatan, dan keamanan sosial.
“Penyuluh itu bukan pelengkap, tapi aktor utama dalam stabilitas sosial berbasis keagamaan,” tutupnya.