MEMANGGIL.CO – Aktor Ammar Zoni kembali menjadi sorotan publik setelah menjalani sidang perdana terkait dugaan peredaran narkoba di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (23/10/2025) itu diikuti Ammar secara daring dari Lapas Nusakambangan, tempat ia kini ditahan.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan yang memuat peran Ammar bersama lima terdakwa lainnya. Mereka diduga terlibat dalam perdagangan sabu-sabu, ganja, dan ekstasi di dalam rutan. Berdasarkan dakwaan, Ammar disebut menerima 100 gram sabu dari seseorang bernama Andre (DPO) pada 31 Desember 2024, kemudian membaginya untuk diedarkan melalui rekannya, Muhammad Rivaldi.

JPU mendakwa Ammar Zoni dengan pasal berlapis, yakni Pasal 114 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) tentang peredaran narkotika golongan satu, serta dakwaan subsider Pasal 112 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Bila terbukti bersalah, aktor yang sudah tiga kali tersandung kasus narkoba ini terancam hukuman berat. Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pada 6 November 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.

Namun, di tengah proses hukum yang berjalan ketat, muncul kekhawatiran dari pihak kuasa hukum Ammar Zoni. Pengacara Jon Mathias menyoroti kondisi kliennya yang ditempatkan di sel isolasi super maksimum Nusakambangan.

Menurutnya, sistem “one man one cell” yang diterapkan di sana dapat membahayakan keselamatan Ammar.

“Dia benar-benar sendirian, tanpa interaksi dengan manusia. Semua pengawasan hanya lewat CCTV. Kalau terjadi sesuatu seperti sakau, siapa yang tanggung jawab?” ujar Jon dengan nada khawatir, Kamis (16/10/2025).

Jon menilai Ammar masih membutuhkan perawatan medis dan rehabilitasi, bukan hanya pengamanan ketat.

“Ammar itu penyalahguna yang seharusnya ditolong, bukan dikurung dalam isolasi total. Dia belum pernah mendapat pengobatan untuk adiksinya,” tegasnya.

Kekhawatiran serupa juga muncul di media sosial. Sejumlah warganet menyampaikan pandangan bahwa pecandu narkoba seharusnya mendapat perlakuan yang lebih manusiawi. Salah satu komentar yang ramai diperbincangkan menyebut,

“Harusnya semua pecandu ditolong dan diarahkan ke jalan yang benar, bukan dikurung. Mereka juga manusia, punya keluarga, punya anak. Ini bukan soal memberi efek jera, tapi soal menyelamatkan jiwa.”

Pernyataan itu mencerminkan meningkatnya kesadaran publik terhadap pendekatan rehabilitatif dalam penanganan kasus narkoba. Banyak pihak menilai bahwa pemidanaan berat tidak selalu menjadi solusi, terutama bagi mereka yang masih dalam kategori penyalahguna.

Kasus Ammar Zoni pun kini bukan hanya menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, tetapi juga menjadi cermin bagi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Publik menantikan apakah pengadilan akan mempertimbangkan sisi kemanusiaan di tengah proses hukum yang terus bergulir.