MEMANGGIL.CO - Setiap 28 Oktober, kita memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebuah momentum historis ketika para pemuda Indonesia pada tahun 1928 bersumpah untuk bersatu sebagai bangsa yang merdeka. Pada tanggal yang sama, seorang tokoh besar lahir di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang kemudian menjadi sosok ulama karismatik dengan pengaruh luar biasa bagi umat Islam di Indonesia: KH Maimun Zubair, atau yang akrab disapa Mbah Moen.

Mbah Moen dikenal sebagai ulama yang sederhana, tawadhu, namun memiliki kedalaman ilmu yang luas. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar di Sarang, Rembang, sebuah pesantren yang tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama tetapi juga pusat moral bagi para santri dan masyarakat di sekitarnya. Kehidupan Mbah Moen adalah teladan tentang bagaimana seorang ulama bisa merangkul masyarakat dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang terlibat di ranah politik, tanpa kehilangan prinsip keulamaan dan keteduhannya.

Mbah Moen terlahir di lingkungan pesantren yang kental dengan tradisi keilmuan. Ayahnya, KH Zubair Dahlan, adalah seorang ulama terkemuka di daerah tersebut yang sangat peduli pada pendidikan agama bagi generasi muda. Di bawah bimbingan sang ayah, Maimun kecil sudah dikenalkan dengan berbagai kitab kuning sejak usia dini. Namun, perjalanan pendidikannya tidak hanya berhenti di Rembang. Mbah Moen muda dikirim untuk belajar ke beberapa pesantren besar di Jawa, seperti Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri. Di sini, ia menimba ilmu langsung dari KH Abdul Karim, salah satu ulama terkemuka di zamannya.

Pada usia 21 tahun, Maimun melanjutkan studinya ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama. Di Tanah Suci, ia berguru kepada ulama besar seperti Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki dan Syekh Yasin Isa al-Fadani. Di Makkah inilah Mbah Moen memperkuat fondasi keilmuannya, yang kemudian menjadi bekal utama dalam perjalanan hidupnya sebagai ulama besar di Indonesia.

Pada tahun 1965, setelah kembali ke tanah air, Mbah Moen ditugaskan oleh ayahnya untuk mengembangkan Pondok Pesantren Al-Anwar. Di tangan beliau, pesantren yang terletak di ujung timur Kota Rembang ini tumbuh menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang terkenal di Jawa Tengah. Santri dari berbagai daerah datang untuk belajar agama, khususnya kitab kuning, yang diajarkan dengan penuh ketelatenan oleh Mbah Moen.

Namun, perjalanan hidup Mbah Moen tidak hanya terbatas pada dunia pendidikan. Beliau juga aktif di dunia politik dan pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pengalaman ini menunjukkan bagaimana seorang ulama bisa terlibat dalam dinamika sosial-politik tanpa kehilangan integritas keulamaannya. Mbah Moen pernah duduk di DPRD Kabupaten Rembang dan juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia selama tiga periode. Di berbagai forum, beliau selalu menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mengingatkan para pejabat dan politisi untuk tetap berpihak kepada kepentingan rakyat.

Salah satu hal yang membuat Mbah Moen begitu dihormati adalah kepribadiannya yang sederhana dan rendah hati. Meskipun memiliki ilmu yang luas, beliau tidak pernah menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain. KH Nur Chamid, salah seorang santri dan ajudannya, menggambarkan Mbah Moen sebagai sosok yang sangat meneduhkan. Ilmu beliau sangat dalam, tetapi saat berbicara, kita tidak merasa digurui, ujar KH Chamid. Bagi Mbah Moen, sikap rendah hati dan menghormati setiap orang adalah nilai yang selalu ia junjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi generasi muda, keteladanan Mbah Moen adalah contoh nyata bagaimana seorang pemuda bisa mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan kebenaran dan kemaslahatan umat. Dalam konteks peringatan Hari Sumpah Pemuda, sosok Mbah Moen mengingatkan kita akan pentingnya memiliki semangat juang yang tak kenal lelah. Meski telah wafat pada 6 Agustus 2019 di Makkah, pengaruh dan teladan beliau tetap hidup dalam setiap santri yang pernah berguru padanya dan dalam masyarakat yang merasakan kehadirannya sebagai pemimpin umat.

Kehidupan Mbah Moen adalah bukti bahwa keteladanan seorang ulama bisa menjadi inspirasi lintas generasi. Beliau tidak hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Di momen Sumpah Pemuda ini, kita diingatkan bahwa semangat kepemudaan tidak hanya berbicara tentang semangat fisik, tetapi juga keteguhan hati dan ketulusan dalam mengabdi kepada masyarakat.

Hingga akhir hayatnya, Mbah Moen terus menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam di Indonesia. Beliau mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya yang harus dibagikan, bukan untuk disimpan sendiri. Ketinggian ilmu agama yang beliau miliki tidak pernah membuatnya merasa lebih tinggi dari orang lain. Sebaliknya, beliau selalu mengedepankan sikap tawadhu, dan rendah hati dalam berinteraksi dengan siapa saja.

Mbah Moen juga selalu berpesan kepada para santrinya untuk menjaga akhlak dan memperjuangkan kebenaran dengan penuh kesabaran. Bagi beliau, ilmu tanpa akhlak adalah sia-sia, dan perjuangan tanpa kesabaran adalah kesia-siaan. Itulah warisan terbesar yang ditinggalkan Mbah Moen bagi kita semua.

Dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ini, mari kita jadikan keteladanan Mbah Moen sebagai inspirasi untuk terus berjuang dan menjaga persatuan bangsa. Bukan hanya dengan semangat yang menggebu-gebu, tetapi juga dengan ketenangan dan keteguhan hati seperti yang diajarkan beliau. Semoga kita semua dapat meneladani beliau dan menjadi generasi yang membawa manfaat bagi bangsa dan agama.

Penulis: Alweebee

Editor: Anwar