MEMANGGIL.CO - Sejumlah wartawan Blora meliputi Kohwan Arif Firmansyah (Blora Updates), Aria Rusta Yuli Pradana (Kompas.com), Abu Syahid (Kapernews) dan lainnya mendengarkan keluh kesah warga secara langsung yang merasakan dampak adanya proyek rehabilitasi jembatan Badong, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Warga berharap keluh kesahnya bisa didengar oleh Bupati Blora Arief Rohman, sehingga mendapatkan kompensasi selayaknya. Entah itu diganti kompensasi dengan harian bekerja senilai Rp 50 ribu, Rp 100 ribu ataupun senilai lebih selama proyek tersebut dikerjakan, malah lebih baik.
"Sejak ono pembangunan jembatan dadi gak iso mergawe, gak ono pemasukan babar blas," kata warga Gedongsari, Rotin mengaku dihadapan wartawan, ditulis jumat (11/08/2023).
Selaku warga terdampak yang kebetulan dekat proyek tersebut, Rotin berharap mendapatkan kompensasi sehari-harinya. Oleh sebab itulah, dirinya bercerita kepada para wartawan yang kebetulan datang ke Desa Gedongsari.
"Gelem aku diwenei duet Bupati, ben ono pemasukan," katanya.
Senada juga disampaikan oleh Ketua BPD Banjarejo, Helmi Hidayat. Menurutnya, beberapa waktu lalu banyak warga Desa Gedongsari yang mengeluh adanya proyek tersebut menggunakan bahan kimia.
"Masyarakat Badong do ngeluh terkait pembangunan jembatan menggunakan bahan kimia yang baunya menyengat," ujarnya.
Dikatakan Helmi, masyarakat di kampungnya sempat terganggu akibat bau kimia tersebut. Namun sekarang ini baunya sudah tak lagi ada.
Pengakuan lainnya juga datang dari Lilik (32), warga yang tinggal bermukim di Dukuh Gosten, Desa Jepangrejo, Kecamatan Blora Kota. Anak balitanya kerap menangis histeris gara-gara sesak napas.
Penyebabnya lantaran jalan lalu lintas dialihkan melawati Dukuh Gosten karena ada proyek rehabilitasi jembatan Badong. Sehingga, debu jadi beterbangan kemana-mana.
"Anakku ngasi loro goro-goro debu," katanya.
Lilik sempat emosi terkait kondisi tersebut. Diakuinya jika tidak segera disikapi, maka dirinya akan melakukan demo terkait keberadaan proyek yang mencemari lingkungan tersebut.
"Tak demo yen ora ono seng tanggungjawab," ujarnya.
Diakui Lilik, bersama sang istri dan anaknya sempat diajak menemui sejumlah pejabat lokal pemangku kepentingan. Termasuk, sempat juga mendatangi kepala daerah.
Tanggapan Pelaksana Proyek Rehabilitasi Jembatan Badong
[caption id="attachment_7047" align="aligncenter" width="1280"]
Menanggapi kondisi yang terjadi, Hardi selaku pelaksana proyek rehabilitasi jembatan Badong mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan.
Salah satunya, yakni saban harinya jalan alternatif yang dilewati lalu lintas masyarakat mulai disirami dengan air supaya debunya tidak kemana-mana.
"Setiap hari sudah saya sirami. Saya beli air dari orang sini," ungkap Hardi.
Ia mengatakan, penyiraman jalan dengan air biasanya saban hari dilakukan sebanyak dua kali. Ditegaskan jika dampak buruk masih terus terjadi, maka pihaknya akan memaksimalkan upaya.
"Ya tak maksimalke. Tadi ya ada rapat, Pak Bupati juga ngasih arahan untuk jalan ini ditutup. Roda empat tidak boleh lewat dan roda dua boleh lewat" kata Hardi dihadapan sejumlah wartawan dan masyarakat Desa Gedongsari.
Kaitan masalah lain-lain, dirinya belum berani memutuskan. Termasuk mengenai berapa kompensasi yang akan diberikan kepada warga terdampak, apakah besarannya Rp 50 ribu, Rp 100 ribu atau lebih perharinya juga belum jelas.
"Saya belum bisa memutuskan, nanti saya sampaikan pas rapat," tandasnya yang juga mengaku bau menyengat dari bau kimia terjadi saat pengecoran, dan saat ini sudah tidak berbau lagi.